23 Mei, 2011

READ ME




Sebenarnya harus bagaimana aku ini.

Rasanya penyesalanku tertiup angin,begitu saja

Aku masih merinduimu seperti biasa.

Seperti biasa.

Pagi yang kuharap diawali sapamu.

Siang yang kuharap berisi tawamu.

Senja yang kuharap diwarnai celotehmu.

Malam yang kuharap diiringi puisimu.



Lebih baik begini,mungkin pikirmu.

Aku masih terjebak dengan pikiranku yang lelah,bahkan entah.

Marah jadi benci.

Katamu,aku harus bosan kau tangisi.

Cintamu sebanding,barangkali.

Cintaku tanpa tanding,barangkali pula.

Tak ada kepastian disini.

Hambar.

Pun itu dengan gejolakku yang biasa melonjak.

Bukan kini setalah kau tolak.

Nafasku lalu saja,paru-paruku kering.

Mungkin hati pun gersang.

Atau mungkin masih kau bawa.

Atau kau tinggalkan saja.

Mana?

Aku tak menemukannya di setiap jengkal masa laluku-mu.

Jangan-jangan kau lenyapkan.

Tak apalah,apalagi yang mesti dirasa.

Punyamu sudah itu.



Aku ingin terbawa angin,tapi belum cukup ringan untuk kau terbangkan.

Aku ingin bersembunyi di bawah karang,tapi belum cukup berat untuk kau tenggela
mkan.

Aku ingin terbakar saja,tapi apimu tak cukup panas,bahkan untuk sekedar mengeringkan air mata.



Bukan kali ini saja,belum lupa akan kali-kali lalu yang bekali-kali.

Hempaskan aku jauh.

Sekuatmu.

Pelan-pelan membayangmu lagi.

Tusuklah.

Taburkan garam pada lukaku,jika kau ingin memberiku kepedihan.

Mati rasa.

Bunuh aku.

Setelah bekali-kali mati,sepertinya sudah kusadari,aku memang tak pernah bernyawa.



Pernah kau berpikir,tentang kesia-sian yang kita makan setiap hari.

Cintaku terlalu lucu bagimu.

Bencimu terlalu lucu bagiku.

Lalu apa cinta?

Apa lalu benci?

Cinta sajalah biar tak pusing.

Benci sajalah biar tak ragu.

Atau diam saja,biar aku pura-pura lupa.



Abaikan semua rayuanku.

Sampah semua itu.

Ambil yang kau mau saja.

Segala hak yang kuterima menjadi kewajibanku memenuhi hakmu.

Ini takdir yang entah.






                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk semua manis